top of page
Search
  • Writer's pictureArtana Diva Syabilla

Kritik Terhadap Stereotip dan Subordinasi Terhadap Tokoh Wanita pada Karya Glaspell "The Outside"


I. Pendahuluan

Karya sastra secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bidang studi, yaitu teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Studi mengenai teori sastra berfokus pada pengertian sastra, hakikat sastra, penelitian sastra, dan gaya bahasa penulisan. Studi terkait sejarah sastra berkaitan dengan perkembangan karya sastra, semetara studi terkait kritik sastra berkaitan dengan penilaian atau pertimbangan suatu karya sastra. Kritik sastra juga dapat didefinisikan sebagai analisa, kajian, kritik, telaah mengenai karya sastra. Kritik Sastra dibagi lagi menjadi tiga jenis kajian, yaitu kritik berdasarkan kajian teori tertentu, kritik berdasarkan kajian historis, dan kritik berdasarkan isi dari karya sastra itu sendiri dan kesan pengkritik terhadap karya sastra tersebut, atau biasa disebut kajian praktis.

Karya sastra yang akan dibahas dan dikritik pada esai ini adalah naskah drama karya Susan Glaspell yang terkenal dengan karya-karyanya yang menyuarakan nilai-nilai feminis, yang berjudul The Outside. Objek yang akan dibahas dalam kritik ini adalah kedua tokoh wanita, yaitu Nyonya Patrick dan Allie Mayo yang mengalami opresi dari tokoh lelaki. Tujuan dari analisa ini adalah mengkaji dan mengkritik stereotip dan subordinasi yang terjadi pada kedua tokoh wanita secara praktis sekaligus menguak latar belakang kondisi sosial pada drama ini.


II. Pembahasan

- Naskah Drama The Outside

Drama berjudul The Outside adalah karya seorang penulis feminis yang terkenal menyuarakan pendapatnya untuk melawan patriarki, yaitu Susan Glaspell. Naskah drama ini merupakan karya Glaspell yang paling pendek, dan seperti naskah-naskah lainnya, menyiratkan perjuangan wanita yang diintimidasi oleh pihak lelaki. Drama ini pertama kali dipentaskan pada tanggal 28 Desember 1917 di Teater Playwrights, dan satu-satunya drama one-act play yang tidak memiliki unsur humor dalam jalan ceritanya.

Cerita ini dimulai dengan kedatangan ketiga lelaki ke sebuah life-saving station yang sudah tidak terpakai bertahun-tahun lamanya. Kedatangan ketiga pria tersebut yang membawa mayat seorang pria tak beridentitas memicu timbulnya konflik dengan penghuni tempat itu, yaitu Nyonya Patrick dan budaknya Allie Mayo. Keduanya dikenal merupakan wanita yang aneh di lingkungan itu, dan lelaki itu malah memicu perdebatan dengan membicarakan keduanya. Nyonya Patrick menjadi murka dan mengusir ketiga penjaga pantai itu, namun mereka enggan pergi dan malah balik mengusirnya. Nyonya Patrick yang sedang tidak stabil emosinya kemudian dinasehati secara perlahan oleh budaknya, Allie Mayo, yang mengerti kondisi kejiwaan Nyonya Patrick yang terguncang semenjak kepergian suaminya. Cerita ini diakhiri dengan ketiga lelaki tersebut membawa mayatnya pergi ke rumah sakit untuk ditangani.

Tema dari naskah drama ini adalah mengenai penderitaan yang dialami oleh Nyonya Patrick dan Allie Mayo. Kehilangan suaminya dan hidup di lingkungan yang patriarkis membuat keduanya akhirnya menarik diri dari masyarakat dan mencari pelarian atas penderitaannya yang ada di rumah bekas life saving station tersebut. Tema lain yang tersirat dalam naskah drama ini adalah bagaimana kehidupan lelaki digambarkan sangat superior di dalam dialognya dan wanita menjadi subordinat. Lelaki digambarkan sangat dominan dan angkuh dalam cerita ini.


- Stereotip dan Subordinasi Perempuan

Sejak zaman dahulu, budaya patriarki memang sudah kental berada di tengah masyarakat. Lelaki cenderung menganggap dirinya superior, dan menganggap wanita berada satu derajat di bawahnya. Oleh karena itu muncul anggapan bahwa wanita harus patuh terhadap lelaki. Banyak sekali jenis opresi yang dialami oleh wanita, salah satu contohnya adalah stereotip terhadap wanita yang diberikan oleh lelaki, sehingga wanita dianggap lebih bodoh sehingga lelaki harus mendominasi wanita.

Stereotip muncul dikarenakan adanya standar ‘ideal’ dari lelaki kepada wanita yang kemudian membedakan sifat wanita dan lelaki di masyarakat. Stereotip merupakan “...shared beliefs in a culture about what characteristics members of a group possess and how they behave. Stereotypes are a part of culture. They are shared symbols, beliefs, and values” (Rollins, 1996: 57).

Kebudayaan dan tradisi yang mendarah daging di masyarakat membuat wanita cenderung lebih tertutup dan enggan mengeluarkan pendapat dikarenakan stereotip bahwa wanita hanya boleh melakukan kegiatan domestik. Selanjutnya, muncul stereotip lain yang menggambarkan wanita adalah sosok yang lemah, sensitif, pendiam, penyayang, labil, dan banyak hal lainnya. Berlawanan dengan wanita, lelaki mendapat stereotip bahwa mereka adalah sosok yang logis, ambisius, mandiri, pemimpin yang baik, dan mampu mengambil keputusan.

Hal ini lambat laun membuat masyarakat membedakan perilaku mereka terhadap dua jenis kelamin yang berbeda, dan melihat wanita hanya sebagai objek. Selanjutnya, terjadilah pengekangan dan internalisasi wanita yang dilakukan oleh lelaki akibat dari stereotip yang beredar di masyarakat yang berujung pada subordinasi wanita. Subordinasi sendiri merupakan pembedaan hak dan kewajiban, dan cara pandang masyarakat yang membenarkan adanya perbedaan antara wanita dan lelaki.

- Stereotip yang dialami Tokoh Wanita

Tokoh lelaki pada naskah drama ini digambarkan bersifat angkuh dan merasa paling kuat. Hal ini menyiratkan bahwa ketiga tokoh lelaki ini memiliki unsur patriarkis dan merasa bahwa mereka adalah superior. Ketika mereka mulai membicarakan tentang mayat lelaki ini dan bagaimana Bradford dan Tony membawanya ke tempat itu, Bradford sempat mengejek Allie Mayo dan Nyonya Patrick yang “...is friendly as kitten..” dan “they’re both crazy” (Glaspell, 1917: 2). Hal ini menyiratkan bahwa Bradford dan warga kota sudah mengenal betul siapa kedua wanita tersebut dan memanggilnya dengan sebutan ‘gila’. Ucapan Bradford mengenai sifat keduanya yang jinak bagaikan anak kucing menggambarkan bahwa kedua wanita tersebut akan tunduk kepada tokoh lelaki itu sehingga mereka tidak perlu khawatir dan dapat memerintah wanita itu sepuasnya.

Tony, seorang penjaga pantai asal Portugis yang belum lama tinggal di Provincetown pun turut berkata “A woman—she makes things pretty. This not like a place where a woman live” (Glaspell, 1917: 3) yang melambangkan bahwa adanya stereotip bahwa wanita seharusnya berpenampilan rapi dan mampu merapikan tempat tinggalnya sendiri—bukan membiarkan tempat tinggalnya urakan dan tidak terurus seperti itu.

Selain itu, tokoh Captain juga patriarkis, ditunjukkan dengan dialognya ketika Nyonya Patrick muncul, “..the fact that you own the house ain’t goin’ to make a damn bit of difference to me!” (Glaspell, 1917: 4) yang menggambarkan bahwa kepemilikan atau pengakuan Nyonya Patrick tidak akan berpengaruh dikarenakan stereotip bahwa ‘wanita harus menuruti semua ucapan lelaki’. Captain yang bersifat bijaksana pun ternyata mengopresi tokoh wanita dalam naskah drama ini. Meskipun diantara ketiga tokoh lelaki itu Tony merupakan tokoh yang paling polos, namun, ternyata ia pun menganut budaya patriarkis. Situasi semakin memanas ketika Nyonya Patrick tetap pada pendiriannya dan menyuarakan pendapatnya bahwa menerobos ke kediaman seseorang itu merupakan hal yang salah. Sang Captain berkata, “Hell with such a woman!” (Glaspell, 1917: 4) yang menyiratkan bahwa ia merasa kesal dikarenakan tokoh Nyonya Patrick tidak mau tunduk pada perintahnya.

Bradford merupakan tokoh lelaki paling patriarkis dalam naskah drama tersebut. Selain menyebut tokoh wanita “kitten”, ia juga menyebutnya dengan metafora “crazy fish” (Glaspell, 1917: 4) yang bermakna wanita bermulut kejam dan kasar yang mengacu pada tokoh Nyonya Patrick. Ikan bermakna konotatif berdarah-dingin atau bersifat licin dan sulit ditangkap—sama seperti Nyonya Patrick yang sulit diatur. Ketika Bradford menceritakan tentang masa lalu Nyonya Patrick dan mengapa ia bisa tinggal di tempat suram itu, Bradford kembali mengecap Nyonya Patrick sebagai “stand-offish” dan “doggon mean” (Glaspell, 1917: 5). Keduanya mengacu pada tokoh Nyonya Patrick yang tidak mau menurut dan berusaha melawan opresi yang dialaminya.

Tidak hanya Nyonya Patrick, Allie Mayo pun dicap sebagai wanita yang pendiam semenjak kematian suaminya. Menurut Bradford, Allie Mayo “...has got a prejudice against words. Or maybe she likes ‘em so well she’s savin’ of ‘em. ... Women whose men go to see ain’t always talkative” (Glaspell, 1917: 5). Hal ini merujuk pada stereotip mengenai wanita yang pendiam cenderung menyimpan prasangkanya sendiri dan ‘jenis’ wanita seperti inilah yang menarik perhatian lelaki. Tentu saja, ucapan Bradford ini tak berdasar dan tidak melihat atau memperdulikan sisi kemanusiaan, yang mana kemungkinan Allie Mayo berubah menjadi pendiam dikarenakan ia trauma.

Ketiga lelaki itu hanya berbicara untuk merendahkan kedua wanita tersebut terutama Nyonya Patrick yang pada dasarnya bukan berasal dari Princetown. Kemungkinan, seluruh penduduk kota kecil itu juga mengucilkan dan memberikan stereotip terhadap keduanya sehingga akhirnya mereka berdua memutuskan untuk tinggal di tempat yang jauh dari pusat kota untuk menghindari gesekan dengan masyarakat kota Princetown.


- Subordinasi akibat Stereotip yang dialami Tokoh Wanita

Kedua wanita ini jelas memiliki dua karakteristik yang berbeda dalam menghadapi dunia patriarkis yang menyerangnya. Allie Mayo, dengan latar belakang seorang ‘budak’, ia cenderung menjadi pendiam setelah trauma yang dialaminya yaitu kehilangan suaminya yang kemungkinan tenggelam di lautan. Sementara, Nyonya Patrick yang mulanya merupakan turis dari New York dan tidak mengetahui kebudayaan dan kondisi sosial Princetown, berubah menjadi defensif terhadap budaya patriarkis dan opresi yang menimpanya.

Stereotip yang menempel pada kedua tokoh wanita menyebabkan mereka menarik diri dari lingkungan dan memutuskan untuk tinggal di tempat yang sudah dibeli melalui lelang oleh Nyonya Patrick. Dari kejadian ini dapat diartikan bahwa para tokoh wanita mengalami pengucilan dan penempelan stigma yang berujung pada subordinasi. Bagaimana pun usaha Nyonya Patrick untuk melawan rasa sedih, trauma, dan kesal yang bercampur akibat kehilangan suaminya sekaligus dicap stereotip yang menurutnya tidak benar—ia bersifat sesukanya kemungkinan setelah ditinggalkan suaminya sehingga ia mengalami depresi dan ketidakstabilan emosi—sehingga membuatnya menarik diri dari lingkungan sosial Princetown.

Kemudian, dapat disimpulkan bahwa Nyonya Patrick melawan opresi dan stereotip yang dialaminya dengan bersikap jahat dan kasar terhadap dirinya, sebagai bentuk perlindungan diri. Dengan itu, maka Nyonya Patrick dapat dikatakan sebagai tokoh yang feminis dalam cerita ini. Sementara, Allie Mayo yang lahir dan besar di Princetown cenderung tunduk pada superioritas lelaki. Allie Mayo cenderung percaya dengan bualan-bualan para lelaki dan memutuskan untuk percaya bahwa suatu hari suaminya akan kembali. Allie Mayo mengakui bahwa ia sudah berada di ujung kehidupannya—tidak memiliki tujuan. Hal ini juga merujuk kepada ketergantungan Allie Mayo dengan sosok suaminya.

- Tanggapan Terhadap Naskah Drama The Outside

Drama ini memiliki makna yang begitu mendalam bagi pembacanya. Penulis secara pribadi lebih menyukai cara pandang Allie Mayo yang sadar akan opresi yang dialaminya, dan mengatakan dan sadar bahwa dirinya selama ini adalah outsider. Menurut penulis, efek dari stereotip yang ditempelkan oleh masyarakat kepada Allie Mayo dan Nyonya Patrick berbeda. Nyonya Patrick cenderung menutup diri dan menjauhkan dirinya dari masyarakat sehingga kemungkinan ia merupakan tipe denial dalam menyikapi hal ini. Sementara, Allie Mayo yang notabenenya adalah seorang budak, bersikap lebih bijak. Meskipun ia menutup diri namun ia menanamkan pikiran positif yang memotivasinya untuk tetap hidup. Tokoh lelaki pada teks drama ini digambarkan kasar dan angkuh terhadap wanita, yang menyiratkan bahwa kemungkinan Nyonya Patrick dan Allie Mayo bukan hanya mengalami konflik batin, namun juga mengalami opresi dari tokoh lelaki, meskipun suami dari masing-masing Nyonya Patrick dan Allie Mayo digambarkan merupakan sosok lelaki yang penyayang. Penulis menilai bahwa kemungkinan masyarakat di Provincetown belum sadar akan pentingnya kemerataan derajat antara wanita dan pria. Dari beberapa dialog, diperlihatkan juga bahwa Bradford terlihat meremehkan wanita yang hanya menyusahkan. Terakhir, penulis menangkap sinyal bahwa Susan Glaspell berusaha untuk menggambarkan kondisi masyarakat di masa ia hidup yang mana sangat banyak kesenjangan antara kaum pria dan wanita.


III. Penutup

The Outside merupakan drama non-komedi yang ditulis oleh Susan Glaspell bertemakan tentang perlawanan wanita terhadap opresi tokoh lelaki. Terjadi superioritas yang dilakukan oleh Captain, Bradford, dan Tony terhadap Allie Mayo dan Nyonya Patrick membuat keduanya mengalami beberapa penempelan stereotip dan subordinasi yang berujung pada alienasi diri dari masyarakat dan mengubah pandangan hidup mereka terutama peran mereka di masyarakat sebagai the outsiders.


Daftar Pustaka

Glaspell, Susan. (1987). Plays. Trifles Ed. C.W.E. Bigsby. New York: Cambridge University Press.

Hardjana, Andre. (1991). Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

K.S, Yudiono. (2009). Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rollins, Joan H. (1996). Women’s Minds Women’s Body The Psychology of Women in a Biosocial Context p.57. USA: Prentice-Hall.

7 views0 comments

Recent Posts

See All
Post: Blog2_Post
bottom of page